Kisah Hari Raya Galungan dan Kuningan

Om Swastyastu

Menurut Lontar Puana Bali Dwipa, Galungan pertamakali dirayakan pada hari Purnama Kapat, Budha Kliwon Dungulan, tahun Saka 804 atau 882 Masehi. Sejak 1103 Saka, masa pemerintahan Sri Eka Jaya, perayaan Galungan dihentikan. Perayaan tidak dilaksanakan hingga kepemerintahan Sri Dhanadi, Konon musibah datang tiada henti. Umur para pejabat kerajaan menjadi pendek. Setelah Raja Sri Dhanadi mangkat, digantikan oleh Sri Jayakasunu pada tahun 1126 Saka. Sejak itulah baru Galungan kembali dirayakan. Hal ini diketahui dari Lontar Sri Jayakasunu.

Dalam lontar itu dikisahkan, Prabu Sri Jayakasunu merasa heran mengapa umur Raja dan para penjabat istana sebelumnya pendek. Beliau kemudian mencari tahu dengan melakukan tapa brata yoga Samadhi di Bali, yang terkenal dengan istilah Dewa Sraya. Dewa Sraya artinya mendekatkan diri pada Dewa, dilaksanakan di Pura Dalem Puri dekat Pura Besakih. Berkat tapa bratanya yang Teguh, maka Prabu Jayakasunu mendapatkan “pawisik”Dewi Durgha sakti dari Bhatara Siwa. Dewi Durga memberitahukan bawah ini terjadi karena mereka tidak merayakan hari raya Galungan. Dewi Durga menganjurkan untuk merayakan kembali hari raya galungan setiap Rabu Kliwon Dungulan mengikuti tradisi terdahulu. Dan juga menyarankan membuat Penjor di hari Penampahan Galungan. Disebutkan pula Inti pokok dari pelaksanaan penampahan Galungan adalah untuk byakala, memisahkan energy negatif dari diri manusia dan lingkungannya.

Santih

~ oleh made24 pada Januari 31, 2012.

6 Tanggapan to “Kisah Hari Raya Galungan dan Kuningan”

  1. awesome

  2. makasiihh 🙂

  3. wah artikelnya bagus loe

Tinggalkan Balasan ke made24 Batalkan balasan