***
Beberapa engineer bergabung di polyethylene unit hari ini, mereka fresh graduate dari berbagai universitas baik dari dalam maupun luar negeri UAE. Praktis kegiatan hari ini bertambah. Saat memberikan orientasi tentang polyethylene unit, seorang sahabat dari Bharata Warsa (India) menghampiri. Ia tersenyum dan berkata, “Hi Made, we will have art of silence on 15-18 Feb 2017, let’s join.” “Wow… it’s really great news Dilip Ji! Do you know that silence is our culture? I think the only place on this earth that celebrating New Year with silent is Bali”, jawab saya. Singkat cerita, saya menerima ajakannya untuk mengikuti “The Art of Silence” terdorong oleh rasa penasaran akan aktivitas apa yang mereka lakukan selama proses diam atau menyepi.
Menyepi di Abu Dhabi
Hari yang dinanti telah tiba, tepat pukul 06:00 sore waktu Abu Dhabi, kami berkumpul di Baynona Hall Danat Hotel. Peserta datang dari berbagai Negara, berbagai agama, dan bahkan ada dari kelompok Atheis. Hari pertama, kami mendapatkan pembabaran sutra (dharma) dan teknik melakukan kegiatan silence, hari berikutnya kami mulai silence (mona brata). Selama silence kami melakukan yoga, dan meditasi dibimbing oleh seorang Guru. Setiap peserta sangat serius melakukan aktivitas ini, tak terasa empat hari telah berlalu. Di hari terakhir, kami berbagi pengalaman yang dirasakan selama proses silence. Setiap orang merasakan manfaat luar biasa. Seorang peserta dari India berkisah, “Selama ini saya tidak pernah menjadi seorang pendengar yang baik, saya selalu memaksa orang lain untuk mendengarkan perkataan saya. Pada kesempatan ini saya merasakan betapa tidak mudah menjadi seorang pendengar. Saya sadar selama ini saya banyak menyebabkan ketidaknyamanan bagi orang lain.” Sahabat yang lain bertutur, “Keluarga saya senang melihat saya melakukan mona brata (diam/menyepi), karena biasanya saya banyak bicara. Bahkan, istri dan putra saya setiap hari tersenyum dan berusaha menggoda saya agar saya berbicara. Pada saat yang sama saya berusaha keras menunjukkan pada mereka bahwa sayapun bisa diam, itu tidak mudah. Anehnya, gejolak batin saya berkurang perlahan dari hari ke hari, hari ini saya menjadi sangat tenang.”
Lain lagi dengan pengalaman seorang sahabat dari Mexico, “Saya pada dasarnya seorang pendiam, saya lebih banyak mendengarkan orang lain, karena dengan menjadi pendengar kita bisa belajar banyak hal dari orang-orang yang kita dengarkan. Berlatih diam bersama-sama seperti ini, saya menyadari bahwa dengan diam-pun kita bisa berkomunikasi dengan orang lain. Bayangkan, kita datang dari berbagai Negara, berbagai budaya, dan berbagai agama atau kepercayaan, tanpa bicara sama sekali kita bisa mengerti, makan bersama, melakukan yoga bersama, jalan santai bersama, dan meditasi bersama, ini sebuah keajaiban” Ini bukti benar bahwa ada beberapa Guru mengajarkan murid-muridnya dengan tanpa bicara selama bertahun-tahun, di tepi Sungai Yamuna India seperti yang diceritakan oleh Swami Veda Bharati.
Saat diam (mona brata), saya memiliki kesempatan berdialog dengan diri sendiri, mulai mengenali siapa diri saya sesungguhnya, apa kelebihan dan kekurangan saya. Pada saat yang sama, saya bisa merasakan betapa tidak mudah menjadi seorang pendengar, dan betapa besar manfaat menjadi seorang pendengar. Di sini saya memahami betul arti “bicara baik atau diam”. Mungkin ini pula alasan mengapa Mahatma Gandhi mengatakan, “Diam adalah bantuan besar untuk seorang pencari kebenaran seperti diriku”. Tidak saja ia mengurangi kesalahan atau dosa yang tidak perlu, ia juga bisa mengajarkan anak-anak kita kebaikan tanpa bicara. Saat diam kita memiliki kesempatan untuk melatih kesadaran, memperhatikan gerak pikiran, memperhatikan nafas keluar dan nafas masuk. Thich Nhat Hanh, seorang Zen Master, dalam bukunya Peace is Every Step mengatakan, “Kita perlu melatih diri untuk menyadari nafas masuk dan nafas keluar, saat kita menyadari nafas masuk dan nafas keluar, aktivitas pikiran akan melambat, maka kita bisa beristirahat dengan baik. Seringkali kita memikirkan banyak hal menguras energi dalam diri, bernafas secara sadar (menyadari nafas) membuat kita menjadi tenang, santai dan damai.”
Menyepi di Indonesia
Mendengarkan penuturan teman-teman, saya teringat dengan suasana perayaan Hari Nyepi di Tanah Air Indonesia. Menyepi bermakna sepi tanpa aktivitas atau identik dengan diam (silence). Kami melaksanakan nyepi di rumah masing-masing, tidak pernah ada perayaan Nyepi bersama-sama di Pura. Dalam pelaksanaan Nyepi di rumahpun jarang kami melakukan mona brata bersama-sama. Biasanya, sehari sebelum nyepi di hari pengerupukan masyarakat membuat makanan untuk bekal menyepi, tidak ada yang mengajak kita untuk melakukan yoga bersama, tidak pula ada yang mengajak kita bermeditasi bersama. Padahal, bila kita tengok ajaran perayaan Nyepi, ada catur Brata penyepian yang terdiri dari, Amati Lelangun (bebas dari hiburan), Amati Geni (tidak menyalakan api), Amati Karya (tidak bekerja), Amati Lelungaan (tidak bepergian). Bila direnungkan pesan dibalik catur brata penyepian adalah melakukan silence (mona brata), yoga dan meditasi.
Tanpa hiburan, bermakna kita tidak menuruti kesenangan, mengistirahatkan pikiran dari berbagai jenis aktivitas yang membuat kita senang. Selalu ada dua dampak saat kita mengejar kesenangan, saat terpenuhi kita merasa suka/senang, dan ketika tidak terpenuhi kita merasa sedih/duka. Dengan melakukan amati lelangunan di hari nyepi kita tidak terombang-ambing oleh rwa bhineda (suka dan duka), mengistirahatkan pikiran dari berbagai aktivitas dengan bermeditasi, merasakan nafas masuk dan nafas keluar.
Tidak menyalakan api bukan saja api masak yang bermakna kita berpuasa, termasuk memadamkan api energi di dalam diri seperti, energi nafsu, keinginan, kemarahan, dan sejenisnya. Maknanya, kita tidak memberikan ruang pada api nafsu, amarah, keinginan dan sejenisnya untuk menyala, apapun yang terjadi. Karena bila api-api itu menyala, sulit bagi kita untuk mengistirahatkan pikiran, sulit untuk melakukan meditasi, atau dengan kata lain, dengan memadamkan api-api tersebut, akan memudahkan kita mengkonsentrasikan pikiran, menuju keadaan Samadhi.
Sementara, tidak bekerja dan tidak bepergian, bukan saja secara fisik kita berlibur dari aktivitas keseharian kita, bukan saja kita tidak keluar dari pekarangan rumah. Baik sebagai pelajar, petani, buruh, peternak, pedagang, karyawan swasta, pengusaha, ibu rumah tangga, pegawai negeri, polisi atau anggota ABRI, atau pemimpin. Ia juga bermakna, pikiran kita tidak bekerja menganalisa sesuatu, menyusun rencana bisnis, memikirkan pekerjaan atau tugas-tugas keseharian. Pikiran kita tidak berkeliaran atau berlompatan dari satu objek, ke objek yang lainnya. Pikiran bergerak sangat cepat oleh karena itu, ia mesti diistirahatkan dengan melakukan amati karya (tidak bekerja) dan amati lelunganan (tidak bepergian). Ketika hanya satu objek yang kita pikirkan, saat itu pikiran kita telah menyatu, ia telah terkonsentrasi. Untuk membantu menyatukan pikiran, kita bisa menggunakan objek tertentu sebagai target konsentrasi. Baik objek nyata berupa, bangunan pelinggih, patung, pratima, gambar Guru-guru suci, gambar Dewa-Dewi, atau fokus pada mantra-mantra suci. Cara lain, bisa pula menggunakan objek nafas masuk dan nafas keluar, merasakan nafas masuk dan nafas keluar di lubang hidung, menyadari jeda antara nafas masuk dan nafas keluar. Tatkala pikiran telah menyatu, kita telah mencapai Yoga, karena yoga artinya menyatu, setelah itu kita baru bisa melangkah menuju nyepi (sepi) atau kosong, atau Samadhi, melampaui pikiran.
Shri Sri Ravi Shankar, pendiri Art of Living mengatakan bahwa, melalui meditasi kita bisa berjumpa Shiva, lebih lanjut Ia mengatakan bahwa Para Rsi di jaman dahulu menasehatkan ada empat langkah menuju Shiva yaitu: mendisiplinkan ego (Anavopaya), bermeditasi (Anava), mengaktifkan pusat-pusat energi dengan menyepi (Saktopaya), dan melampaui pikiran (Sambavopaya) (https://www.artofliving.org/what-is-shiva).
“Nyepi” (kegiatan art of silence) bersama-sama di hotel selama empat hari rasanya luar biasa, saya membayangkan apabila perayaan Hari Nyepi yang hanya 24 jam setahun dilakukan bersama-sama di tempat suci (Pura). Perayaan ini diisi dengan kegiatan mona brata, yoga, dan meditasi yang dibimbing oleh para pinandita atau pandita. Tentu akan memberikan manfaat yang luar biasa bagi setiap umat, seperti yang diungkapkan oleh tokoh-tokoh di atas. Semoga mimpi ini menjadi kenyataan.
(Made Mariana – Ruwais – Abu Dhabi: 3 Maret 2017)
10